Tata Upacara Bendera

ARTI

Tata : mengatur, menata, menyusun
Upa : rangkaian
Cara : tindakan, gerakan

Tata Upacara Bendera adalah :

Merangkaikan suatu tindakan atau gerakan dengan susunan secara baik dan benar.
Tindakan atau gerakan yang dirangkaikan serta ditata dengan tertib dan disiplin

Jadi Tata Upacara Bendera adalah tindakan dan gerakan yang dirangkaikan dan ditata dengan tertib dan disiplin. Pada hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.

SEJARAH

Sejak zaman nenek moyang bangsa Indonesia telah melaksanakan upacara, upacara selamatan kelahiran, upacara selamatan panen.

DASAR HUKUM

Pancasila
UUD 1945
UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Inpres No. 14 tahun 1981 ( 1 Desember 1981 ) tentang Urutan Upacara Bendera


MAKSUD DAN TUJUAN

untuk memperoleh suasana yang khidmat, tertib, dan menuntut pemusatan perhatian dari seluruh peserta, maka disusunlah petunjuk pelaksanaan kegiatan ini.

menjadikan sekolah memiliki situasi yang dinamis dalam segala aspek kehidupan bagi para siswa, guru, pembina dan kepala sekolah. Sehingga sekolah memiliki daya kemampuan dan ketangguhan terhadap gangguan-gangguan negatif baik dari dalam maupun luar sekolah, yang akan dapat mengganggu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.


PEJABAT UPACARA

Pembina Upacara
Pemimpin Upacara
Pengatur Upacara
Pembawa Upacara

PETUGAS UPACARA

Pembawa Naskah Pancasila
Pembaca Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pembaca Do’a
Pemimpin Lagu
Kelompok Pengibar / Penurun Bendera
Kelompok Pembawa Lagu
Pemimpin kelompok kelas / regu
Cadangan tiap perangkat

PERLENGKAPAN UPACARA

Bendera Merah Putih
Ukuran perbandingan 2 : 3
Ukuran terbesar 2 X 3 meter
Ukuran terkecil 1 X 1,5 Meter
Tiang Bendera
Minimal 5 meter maksimal 17 meter
Perbandingan bendera dengan tiang 1 : 7
Ukuran yang ideal untuk sekolah tingkat SLTA 7 – 8 meter
Tali Bendera. Diusahakan tali yang digunakan adalah tali layar ( tali kalimetal )dan bukan tali plastic dan tali harus berwarna putih
Naskah-naskah
Intinya naskah harus terlihat selalu bersih
Pancasila
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Naskah Do’a
Naskah Acara

SUSUNAN BARISAN UPACARA

Bentuk Barisan Satu Garis
Suatu bentuk barisan disusun dalam satu garis dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi :

• Shaf Bershaf
• Banjar Bershaf

Bentuk barisan “ U “ / Angkare
Suatu barisan yang disusun dalam bentuk huruf “ U “ atau Angkare dan menghadap ke pusat Upacara, dengan formasi

• Shaf Bershaf
• Banjar bershaf

Bentuk Barisan “ L “

• Shaf Bershaf

• Banjar Bershaf

Catatan :

Susunan Barisan Upacara diatas adalah suatu bentuk yang ideal, tetapi hal tersebut dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan upacara yang tersedia.


UPACARA DALAM RUANGAN

Upacara yang dilakukan dalam ruangan tidak melaksanakan Upacara Bendera, karena Sang Merah Putih sudah hadir sebagai bendera ruangan.

Bendera ruangan adalah :

• Bendera yang dipasang pada tongkat bendera, terpancang pada standard bendera dan terletak disebelah kanan depan ruangan

• Bendera yang dilekatkan terbentang horizontal di tengah – tengah dinding depan dari ruangan


Bila ada bendera kedua, kita tidak perlu melakukan penghormatan, cukup dengan aba – aba : “ Sang Merah Putih maju ke tempat yang telah ditentukan “.


SUSUNAN ACARA UPACARA

PERSIAPAN

Dipilih dan disiapkan orang-orang yang memiliki kemampuan dan kesiapan untuk tugas tersebut. Bendera, Tali, Tiang, Teks, Pengeras suara, Mimbar, dipersiapkan. Perhatikan daerah sekitar lapangan agar tidak terjadi kekacauan pada saat pelaksanaan.

PENDAHULUAN
Pemimpin Kelas menyiapkan pasukannya
Pemimpin Upacara memasuki lapangan Upacara
Penghormatan kepada Pemimpin Upacara
Laporan Pemimpin Kelas kepada Pemimpin Upacara

Kemudian Pemimpin Upacara mengambil alih pimpinan peserta upacara diistirahatkan, (bersamaan dengan itu Tura menjemput Pembina )

ACARA POKOK

Pembina Upacara memasuki lapangan Upacara
Didampingi oleh Tura, saat Tura kembali ketempat semula, pendamping pembina/pembawa naskah Pancasila menempati tempat 2 langkah disebelah kiri belakang pembina Upacara
Penghormatan Umum
Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara
Pengibaran Sang Merah Putih
Mengheningkan Cipta
Pembacaan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Format A : Petugas maju kedepan menghadap Pembina, Lapor
( untuk Lomba dan PHBN )
Format B : Petugas cukup maju kedepan 2 – 3 langkah )
( Upacara hari Senin )
Pembacaan Teks Pancasila
Amanat Pembina Upacara
Menyanyikan Lagu Nasional
Pembacaan Do’a
Laporan Pemimpin Upacara
Penghormatan Umum
Pembina Upacara meninggalkan lapangan Upacara

ACARA PENUTUP

Penghormatan kepada pemimpin Upacara
Pemimpin Upacara kembali ketempat semula

ACARA TAMBAHAN

Pengumuman – penguman
Acara sertijab, penyerahan piala, dsb
Peserta Upacara dapat dibubarkan
Dilakukan oleh Pemimpin Pasukan, Pemimpin pasukan adalah petugas yang mengawali dan mengakhiri jalannya upacara
Keterangan :

Pembacaan Teks Pancasila dan Teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 1945 dapat dibalikkan posisinya pada Upacara Kesaktian Pancasila.

Upacara penurunan bendera, setengah tiang, dalam ruangan :
Suasana upacara sama dengan upacara bendera hanya pada waktu penurunan bendera dilakukan setelah pembacaan do’a, bendera dinaikan satu tiang penuh seiring dengan selesainya lagu, baru kemudian diturunkan setengah tiang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

• Semua yang hadir pada saat upacara hendaknya melakukan sikap sempurna.

• Gangguan dalam upacara

Apabila kerekan bendera macet, upacara dilanjutkan setelah kerekan dibetulkan. Apabila kerekan putus, kelompok pengibar bendera mengibarkan / membentangkan bendera sampai upacara selesai. Apabila roboh tiangnya, maka upacara ditangguhkan dan apabila hujan turun saat upacara tengah berlangsung maka upacara dilanjutkan (lebih lengkapnya baca petunjuk TUB tahun 1995).



BUKU ACUAN POKOK !!!

• Juklak Tata Upacara Bendera 1995

• Juklak Tata Upacara Bendera dan Pelatihan Paskibraka 1993

• Bendera dan TUB Kak Idik Sulaeman

• TUB dan Tata Krama Terhadap Sang Merah Putih

Melipat dan Membentangkan Bendera

Teknik melipat bendera dan membentang bendera dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Teknik lipat 3

2. Teknik lipat Genap



Dibawah ini akan dijelaskan tata cara melipat bendera dengan teknik lipat genap. Teknik lipat genap sering digunakan karena kemungkinan kesalahannya sangat kecil. Maksudnya genap disini adalah jumlah lupatannya dapat 4, 6, 8, 10, asalkan genap dan disesuaikan dengan panjang bendera.


Cara melipat Bendera

1. Patokan memegang bendera warna putih di tangan sebelah kanan dan warna merah di tangan sebelah kiri

2. Pembentang memegang bendera warna merah di tangan sebelah kanan dan warna putih di tangan sebelah kiri

3. Bendera direntangkan, kemudian dilipat menjadi dua bagian, bagian putih menghadap ke atas

4. Kemudian dilipat memanjang menjadi dua bagian lagi, warna putih berada di dalam tertutup warna merah

5. Pembentang melipat bendera menjadi beberapa bagian yang genap dengan arah zig – zag

6. Setelah menjadi beberapa bagian yang genap, lipat menjadi 2 bagian dengan arah horizontal ke dalam.


Cara Membentang Bendera

1. Pembentang, tangan kanan memgang bendera warna merah, tangan kiri memegang bendera warna putih

2. Patokan, tangan kanan memegang bendera warna putih, tangan kiri memegang bendera warna merah

3. Setelah itu pembentang mundur 3 (tiga) langkah, tangan masih dlam keadaan lurus

4. Setelah mundur 3 langkah, pembentang membentangkan bendera sedangkan patokan diam


TATA CARA PENGIBARAN & PENURUNAN BENDERA

Yang terlibat langsung dalam pengibaran terdiri dari tiga orang , yaitu :

· Pengerek ( sebelah kiri pasukan )

· Pembawa Bendera ( ditengah )

· Pembentang Bendera ( sebelah kanan pasukan )



1. Pengerek dan pembentang bendera memegang tali bersama – sama, bukan memegang tiangnya, punggung tangan yang memegang tali menghadap ke depan.

2. Kemudian pengerek bendera mulai membuka tali pada tiang, perhatikan cara membuka talinya.

3. Pengerek melihat keatas untuk menchek apakah talinya sudah benar ataukah terbelit.

4. Setelah posisi tali benar berikan / serahkan salah satu tali pada pembentang bendera.

5. Pengerek melakukan tindakan penyelamatan gaya tindakan penyelamatan ini bebas, yang penting adalah tali tersebut tidak terlepas dari tangan pengerek.

6. Selanjutnya pengerek bendera memasang catok pada bendera, catok yang sebelah atas ke bagian warna merah dan catok yang satu lagi ke bendera warna putih.

7. Kemudian pembentang menyerahkan tali yang dipegangnya ke pengerek.

8. Langkah selanjutnya adalah pembentangan

Pembentang mundur 3 langkah ke belakang, setelah tiga langkah ke belakang baru bendera dibentangkan.

Bersamaan dengan mundurnya pembentang, pengerek menarik tiga kali ( kondisikan )

Selanjutnya pembentang menolehkan kepala ke arah Pemimpin Upacara dan memberikan isyarat dengan lantang dan keras “ Bendera Siap “. Pemimpin Upacara memberi aba – aba penghormatan pada bendera merah putih.

9. Tindakan selanjutnya adalah pengerekan bendera

Pembentang maju kedepan dengan langkah yang tegap dan tangan yang masih membentangkan bendera, langkahnya tidak kaku, tidak santai, tidak asal – asalan, setelah sampai didepan tiang lemparkan ujung bendera berwarna putih ke arah belakang pembentang yang sesuai dengan arah angin.

Bendera dikerek seirama dengan lagu Indonesia Raya, posisi telapak tangan pengerek, pengulur, dan pembentang menggenggam. Keadaan tangan Pengerek dan pembentang pada saat pengerekan terlihat seperti cermin.

Bendera harus sudah sampai dipuncak tiang pada kata “ Hiduplah ……” bait terakhir dari Lagu Indonesia Raya.

Ketika aba – aba “ TEGAK = GERAK “ dari Pemimpin Upacara, maka Pengerek dan Pembentang langsung mendekatkan tangan pada tiang, dan tali dari Pembentang langsung diambil oleh pengerek.

10.Langkah yang terakhir adalah pengikatan tali pada tiang.

Pengikatan tali ini dilakukan oleh Pengerek

Yang harus diperhatikan dalam pengikatan tali ini adalah posisi bendera yang telah berada diatas tidak boleh turun kembali, sehingga bagian tali yang berada di tangan pengerek harus diikatkan terlebih dahulu dengan kuat, kemudian kedua tali diikatkan sampai tali tersebut habis.



Catatan :

Kata yang dicetak tebal dan digaris bawahi 10 tahapan penaikan bendera yang harus tersusun dan tidak boleh terlewat.


10 Tahap Penurunan Bendera


1. Memegang tali

2. Membuka tali

3. Penggerek melihat keatas

4. Serahkan tali dari pengerek ke pembentang

Pembentang memberikan isyarat dengan lantang dan keras “Bendera Siap”

5. Penurunan Bendera

Pembentang menarik tali dan pengerek mengulur dengan sedikit menahannya agar tidak terlalu cepat turun ke bawah

6. Serahkan tali dari pembentang ke orang yuang ditengah.

Pembentang mengambil ujung bendera, dan mulai mundur sampai bendera terbentang.

7. Membentangkan bdenra sampai aba – aba dari Pemimpin Upacara “ TEGAK =GERAK “. Pembentang dan Pembawa bendera melipat bendera menjadi dua bagian dengan warna putih menghadap ke arah pasukan.

8. Pembawa Bendera melakukkn tindakan penyelamatan pada tali.

9. Pembawa Bendera ( satu orang ditengah ) membuka catok tali dan bendera.

10.Serahkan tali tersebut kepada pengerek untuk diikat

Ketika pengerek mengikat tali pada tiang, pembawa bendera dan pembentang melakukan pelipatan bendera.

Pelipatan bendera ini bebas, asalkan rapih dan cepat.

Peraturan Baris-berbaris

SEJARAH

Berbaris pertama kali dikenal pada jaman Kekaisaran Romawi pada saat Kaisarnya Julius Caesar, dengan maksud agar pasukan yang berada dibawah kekuasaannya mempunyai rasa tanggungjawab, disiplin yang tinggi dengan melihat hasil lahir, yaitu Kerapihan, kekompakan, Ketertiban dan Kesigapan.

Pasukan Julius Caesar sangatlah terkenal pada jamannya (baca sejarah romawi)


PENGERTIAN

Baris berbaris adalah suatu wujud latihan fisik guna menanamkan disiplin, patriotisme, tanggung jawab serta membentuk sikap lahir dan bathin yang diarahkan pada terbentuknya suatu perwatakan tertentu.

Sikap lahir yang diperoleh

· Ketegaran

· Ketangkasan

· Kelincahan

· Kerapihan

· Ketertiban

· Kehidmatan

· Kekompakan

· Keseragaman

· Kesigapan

· Keindahan

· Ketanggapan

· Kewajaran tenaga

· Kesopanan

· Ketelitian

· Ketenangan

· Ketaatan

· Keikhlasan

· Kesetiakawanan

· Kebersamaan

· Persaudaraan

· Keyakinan

· Keberanian

· Kekuatan

· Kesadaran

· Konsentrasi

· Kebiasaan

· Berani berkorban

· Persatuan


MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud : Sebagai pendidikan / latihan awal bela negara, sesuai dengan hak dan kewajiban warga negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 1945

Tujuan : Menumbuhkan disiplin, mempertebal rasa dan semangat kebangsaan dan patriotisme yang tinggi sehingga tercipta rasa tanggung jawab yang tinggi pula atau menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin dengan senantiasa dapat mengutamakan kepentingan tugas diatas kepentingan individu secara tidak langsung menanamkan rasa tanggung jawab.


INGAT !!! Pelatihan Inti PBB

1. Sikap dan Penampilan

2. Hentakan Kaki

3. Patah – patah

4. Rata – rata Air

5. Irama Langkah

6. Kewajaran Tenaga

7. Konsentrasi

Lambang Negara


sejarah

Tidak diketahui secara pasti, namun dalam sejarah bangsa Indonesia Lambang Burung Garuda terdapat dalam Lencana Garuda Mukha yang dikenakan oleh Prabu Airlangga yang digambarkan sebagai Dewa Wisnu yang mengendarai Burung Garuda yang bergelar Resi Getayu.

Bersumber dari museum Idayu Jakarta terdapat beberapa rancangan Lambang Negara. Sekitar akhir tahun 1949 diketahui adanya sesuatu panitia yang merancang Lambang Negara, diantaranya adalah Mr. Mohamad Yamin dan Sultan Hamid II.

Data yang pasti diketahui tanggal 8 Februari 1950 terdapat rancangan Lambang Negara yang dibuat oleh Mr. Mohammad yamin yang telah dipersiapkan di Istana Gambir, dalam rangka Rapat Panitia Lambang Negara bersama Presiden Republik Indonesia I, yang kemudian tercatat dalam sejarah selanjutnya rancangan mana yang terpilih.

Pada Sidang DPR RIS tanggal 20 Februari 1950 Lambang Negara yang terpampang sama dengan sekarang ada.


DASAR HUKUM

1. Peraturan Pemerintah yang menetapkan Lambang Negara secara resmi adalah PP No. 66 tahun 1951, tanggal 17 Oktober 1951, yang dinyatakan berlaku tanggal 17 Agustus 1952. Dimasukan ke dalam Lembaran Negara tahun 1951, (LN 1951 – 111).

2. Penggunaannya diatur oleh PP No. 43 tahun 1958, yang dimasukan ke Lembaran Negara No. 71 tahun 1958.

Lambang negara ditetapkan berupa suatu lukisan yang diambil dari salah satu bentuk-bentuk perwujudan peradaban Indonesia yang hidup dalam mythologi, symbologi dan kesusastraan Indonesia dan tergambar pada beberapa candi sejak abad ke 6 sampai dengan abad ke 16.

BENTUK

Pada garis besarnya Lambang Negara itu terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Burung Garuda yang menengok dengan kepala lurus ke sebelah kanan.

2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda.

3. Semboyan ditulis di atas pita yang dicengkram oleh Garuda.


MAKNA LAMBANG NEGARA

Dengan bagian-bagiannya

1. Burung Garuda, yang digantungi perisai, dengan paruh, sayap, ekor dan cakar melambangkan tenaga pembangunan.

2. Sayapnya yang berbulu tujuh belas (setiap sayapnya) melambangkan tanggal 17 (tanggal kemerdekaan).

3. Ekor berbulu delapan menandakan bulan ke 8 / Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia.

4. Bulu leher sebanyak 45 (empat puluh lima) menandakan tahun kemerdekaan (1945).

5. Perisai atau tameng berbentuk jantung adalah senjata yang dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai tanda perjuangan untuk mencapai tujuan dengan jalan melindungi diri.

Senjata yang demikian itu dijadikan lambang, karena wujud dan artinya tetap, tidak berubah-ubah, yakni sebagai lambang perjuangan dan perlindungan.

Dengan mengambil bentuk perisai ini, maka Republik Indonesia berhubungan langsung dengan peradaban Indonesia asli.

Garis hitam tebal ditengah-tengah perisai ini dimaksudkan khatulistiwa (equator)yang melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Barat. Hal menyatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat penuh dipermukaan bumi berhawa panas.

Lima buah ruang pada perisai itu masing-masing mewujudkan dasar Negara Republik Indonesia, PANCASILA, yaitu :

· Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa

Tertulis dengan Nur Cahaya diruangan tengah berbentuk bintang yang bersudut lima.

· Dasar Kerakyatan

Dilukiskan dengan Kepala Banteng sebagai lambang tenaga rakyat.

· Dasar Kebangsaan

Dilukiskan dengan Pohon Beringin, tempat berlindung.

· Dasar Perikemanusiaan

Dilukiskan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi. Rantai bermata bulatan menunjukan bagian perempuan berjumlah 9 (sembilan), dan rantai bermata persegi berjumlah 8 (delapan) menunjukan bagian laki-laki. Jumlah rantai sebanyak 17 (tujuh belas) itu sambung menyambung tidak putus-putusnya sesuai dengan sifat manusia yang turun temurun.

· Dasar Keadilan Sosial

Dilukiskan dengan padi dan kapas sebagai tanda tujuan kemakmuran, kedua gambar tumbuh-tumbuhan tersebut (padi dan kapas) sesuai dengan hymne yang memuji-muji pakaian (sandang) dan makanan (pangan).

1. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” dapat disalin diartikan sebagai berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Sedangkan perkataan Bhinneka itu sendiri adalah gabungan dua perkataan : Bhinna dan Ika.

Adapun makna dari pepatah itu adalah penggambaran dari persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia walaupun keluar memperlihatkan perbedaan dan perlainan. Kalimat itu telah tua sekali usianya dan telah dipakai oleh pujangga terutama oleh Empu Tantular dalam kitabnya Sutasoma, yang mengartikan pepatah tersebut sebagai “Diantara Pusparagam ada Persatuan”.





WARNA

Warna Lambang Negara yang dipakai adalah (terutama) tiga warna, yaitu Merah, Putih, Kuning Emas. Disamping itu dipakai juga warna hitam sebagai warna yang sebenarnya ada di alam.

Warna Emas dipakai oleh semua burung garuda, yang menggambarkan kebesaran bangsa dan keluhuran negara.

Warna Merah Putih dipakai pada ruangan perisai ditengah-tengah dan pada pita dalam cengkraman cakarnya.



PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA

Penggunaan Lambang Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 43 tentang lambang Negara tanggal 26 Juni 1958 (L.N. 1958 – 71) yang disesuaikan dengan keadaan sekarang, berbunyi sebagai berikut :

a. Pemasangan Lambang Negara di muka sebelah luar gedung dianggap sebagai suatu keistimewaan.

Oleh karena itu pemasangan dengan cara ini dibatasi pada gedung dan rumah jabatan, yaitu rumah dinas yang khusus disediakan untuk jabatan-jabatan tertentu, yaitu :

· Gedung-gedung MPR, DPR, Mahkamah Agung, DPA, BPK, Sekretariat Negara, BAPPENAS.

· Rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur / Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang setingkat dengan itu.

a. Pemasangan Lambang Negara di dalam gedung :

1. Pemasangan Lambang Negara diharuskan di dalam tiap

1) Kantor Kepala Daerah

2) Ruang Sidang MPR dan DPR

3) Ruang Sidang Peradilan

4) Markas Angkatan Perang

5) Kantor Keplosian Negara

6) Kantor Imigrasi

7) Kantor Bea dan Cukai

8) Kantor Syahbandar

1. Pemasangan Lambang Negara diperbolehkan pada tiap kantor negeri lain, di luar kantor tersebut di atas.

2. Jika Lambang Negara dalam suatu ruangan ditempatkan bersama-sama dengan Presiden dan / atau gambar Wakil Presiden, maka kepada Lambang Negara diberi tempat paling sedikit sama dengan yang diberikan kepada gambar itu.



a. Pemasangan Lambang Negara secara lain

1) Lambang Negara dipasang pada paspor dan tiap Lembaran Negara dan Berita Negara serta tambahan-tambahannya pada halaman pertama atas tengah.

2) Lambang Negara hanya diperbolehkan untuk cap jabatan Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPA, Ketua BPK, Ketua BAPPENAS, Kepala Daerah Tingkat Bupati ke atas dan Notaris.

3) Di dalam cap dinas untuk kantor-kantor pusat dari jabatan-jabatan tersebut dalam huruf b angka 2 di atas boleh dilukiskan Lambang Negara.

4) Lambang Negara dapat digunakan pada surat jabatan Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung, Ketua DPA, Ketua BPK, Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Nagara, termasuk sekretaris-sekretaris di bawahnya, Gubernur / Kepala Daerah dan Notaris.

5) Lambang Negara dapat digunakan pada :

· Mata uang logam dan mata uang kertas.

· Kertas bermaterai (dalam materainya)

· Surat Ijazah Negara

· Barang negara di rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri Luar Negeri.

· Pakaian-pakaian resmi yang dianggap perlu oleh Pemerintah.

· Buku-buku dan majalah-majalah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

· Buku kumpulan Undang-undang yang diterbitkan oleh Pemerintah, juga buku kumpulan Undang-undang yang diterbitkan oleh Partikelir.

· Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan seizin Menteri yang bersangkutan.

6) Lambang Negara dapat digunakan diadakannya peristiwa-peristiwa resmi, pada gapura dan bangunan-bangunan lainnya yang pantas.

7) Lambang Negara dalam bentuk Lencana dapat digunakan di suatu negara asing oleh Instansi-instansi Pemerintah Republik Indonesia dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan lambang kebangsaan asing yang berlaku di negeri itu.







LARANGAN

Pada dasarnya Lambang Negara dilarang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Lambang Negara tahun 1958 No. 43 (L.N. 1958 – 71) yang ketentuan-ketentuan pokoknya seperti diuraikan di atas, dan disamping itu :

a) Pada Lambang Negara dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain.

b) Dilarang menggunakan Lambang Negara sebagai perhiasan cap dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun.

c) Dilarang membuat lambang perseorangan, perkumpulan, organisasi partikelir atau perusahaan yang pada pokoknya sama sekali menyerupai Lambang Negara.



ANCAMAN HUKUMAN

Tindak pidana tersebut di bawah ini, yaitu :

a. Menggunakan Lambang Negara bertentangan dengan Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan lambang Negara tahun 1958 No. 43 (L.N. 1958 – 71) dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Panji dan Bendera Jabatan.

b. Menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain pada Lambang Negara.

c. Menggunakan Lambang Negara sebagai perhiasan cap dagang, reklame perdagangan, atau propaganda politik dengan cara apapun.

d. Lambang perseorangan, perkumpulan, organisasi partikelir atau perusahaan yang pada pokoknya sama sekali menyerupai Lambang Negara.



Kesemuanya dianggap sebagai pelanggaran dan perbuatannya dihukum dengan hukuman selama-lamanya tiga bulan atau denda.

Sejarah Bendera Merah Putih



PENGERTIAN

Asal kata

· Bandira / Bandir yang artinya umbul-umbul

· Bandiera dari Bahasa Itali Rumpun Romawi Kuno.

· Dalam Bahasa Sangsakerta untuk Pataka, Panji, Dhuaja.



Bendera adalah lambang kedaulatan kemerdekaan. Dimana negara yang memiliki dan mengibarkan bendera sendiri berarti negara itu bebas mengatur segala bentuk aturan negara tersebut.

Menurut W.J.S. Purwadarminta, Bendera adalah sepotong kain segi tiga atau segi empat diberi tongkat (tiang) dipergunakan sebagai lambang, tanda dsb, panji tunggul.


SEJARAH

Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan merupakan benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Penghormatan terhadap benda langit itu disebut penghormatan Surya Candra.

Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan warna merah dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari penghormatan Surya Candra, bangsa Indonesia sangat menghormati warna merah putih.

Kedua lambang tersebut melambangkan kehidupan yaitu :

Merah melambagkan darah, ciri manusia yang masih hidup

Putih melambangkan getah, ciri-ciri tumbuhan yang masih hidup

Warna Merah Putih dianggap lambang keagungan, kesaktian dan kejayaan.

Warna Merah Putih itu bagi bangsa Indonesia khususnya bagi rumpun Aestronia pada umumnya merupakan keagungan, kesaktian dan kejayaan. Berdasarkan anggapan tersebut dapat dipahami apa sebab lambang perjuangan kebangsaan Indonesia, Lambang Negara Nasional, yang merupakan bendera berwarna Merah Putih.

Kemudian bendera Merah-Putih bergelar “Sang” yang berarti kemegahan turun temurun, sehingga Sang Saka berarti berdera warisan yang dimuliakan.



Makna warna bagi bangsa Indonesia

MERAH : Gula Merah, Bubur Merah, Berani, Kuat, Menyala, Darah

PUTIH : Gula Putih, Bubur Putih, Kelapa, Suci, Bersih, Hidup, Getah


TARICH SANG MERAH PUTIH

Lihat Tarich Sejarah Sang Merah Putih


TATA KRAMA

1. Tidak boleh menyentuh tanah

Logika : Bendera akan kotor

Kiasan : Tanah merupakan tempat berpijak, maka bila bendera jatuh, seolah-olah menginjak bendera

2. Tidak boleh dibawa balik kanan

Kiasan : Karena negara seperti mundur / kemunduran

Makna Lambang Anggota Paskibra


Setangkai bunga teratai yang mekar dan dikelilingi oleh gelang rantai, yang mana rantainya berbentuk bulat dan belah ketupat, berjumlah 16 mata rantai bulat dan 16 mata rantai belah ketupat.

Makna dari lambang tersebut adalah :

a. Lambang berupa bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas air, hal ini bermakna bahwa anggota Paskibraka adalah pemuda yang tumbuh dari bawah (orang biasa) dari tanah air yang sedang berkembang dan membangun.

b. Bunga teratai berdaun bunga 3 (tiga) helai tumbuh ke atas (mahkota bunga), bermakna belajar, bekerja, dan berbakti.

c. Bunga teratai berkelopak 3 (tiga) helai mendatar bermakna aktif, disiplin, dan gembira.

d. Mata rantai berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok penjuru (16 penjuru arah mata angin) tanah air.

Rantai persaudaraan ini tanpa memandang asal suku, agama, status sosial, dan golongan, akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan yang kokoh dan kuat. Sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka.

Sejarah Nama Indonesia


PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini ku rang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk men yebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini
dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay- Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia at au Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab alayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

D alam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama i tu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna politis Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka keh endak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ketangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

sumber: sacredly-jaliouz.blogspot.com

Selamat Datang



Salam Paskibra!

Akhirnya... blog yang selama ini harus di kerjakan, telah di kerjakan dengan baik tanpa dengan segala susah payah. Banyak yang harus di isi karena baru. Dan masih banyak harapan yang harus di tulis.

Tanpa banyak komando, layak kita ucapka: SALAM PASKIBRA! sebagai rasa syukur atas segala apa yang ada dalam hati dan apa yang telah tersusun di luar hati.

akhirul kalam,

SALAM PASKIBRA!


Penghitung ( bendera )

free counters

    Cari

    Barisan Anda

    Pengikut

    Pesan Anda


    ShoutMix chat widget

    HUT RI Ke-64